M.A. Salmun: Sastrawan dan Budayawan Sunda
Ada 480 karya sastra telah berhasil sebagai buah pikiran dan renungan bagi seorang intelektualitas orang Sunda. Hampir seluruh karyanya dalam bahasa Sunda, ia pun oleh beberapa kritikus sastra digolongkan kepada Sastrawan Angkatan 1966-1970. Padahal berkarya jauh sebelum kemerdekaan RI.
M.A. Salmun lahir pada 23 April 1903 di Rangkasbitung. Nama lengkapnya Mas Atje Salmun Raksadikaria. Ia putra pasangan dari Mas Abusa’id Raksadikaria dan Nyi Mas Samayi. Ayahnya sebagai pejabat yakni Asisten Wedana Pabyosongan Kabupaten Serang Banten.
Titisan darah sastrawan dan budayawan mengalir dari ayahnya sebagai penari dan penulis sandiwara. Ibunya masih ada hubungan darah dengan bangsawan Lebak. Pada zaman itu, ibunya ahli bahasa Sunda, Jawa, Kawi dan lancar berbahasa Melayu. Ia juga bisa betbahasa Arab, Belanda dan Tionghoa. Itulah yang mengalur ilmu literasi dan menulis yang baik karena warisan gen orang tuanya.
Karier menulis M. A. Salmun ketika bertugas ke Tanjung Karang, dengan rajin mengirimkan tulisannya ke Balai Poestaka Jakarta. Seperti karya berjudul, “Moro Julang Ngaleupaskeun Peusing tahun 1923, “Sungkeman Gelung” tahun 1928 juga banyak karyanya yang diterbitkan bukan oleh Balai Poestaka. Tahun 1938, M. A. Salmun ditarik ke Sidang Pengarang Soenda, Balai Poestaka. Namun tahun 1943 ia keluar dari perusahaan yang banyak menerbitkan bukunya tersebut.
Karier dilanjutkan sebagai pegawai tinggi Pamong Praja di Banten. Seiring dengan waktu beliau kembali ke perusahaan negara penerbitan buku sastra terbesar dari 1948-1951. Bogor sangat terkenal dalam posisi sastra Sunda karena berkat beliau berdomisili di Bogor. Hampir seluruh karyanya M. A. Salmun memiliki karakter dan kuat dalam bahasa kearifan lokal, termasuk naskah, cerita dongeng, pedalangan dan puisi-puisinya patriotisme yang dikemas dalam kearifan lokal. Tidak ada salahnya Walikota Bogor mengukuhkan beliau selain sebagai Jalan M. A. Salmun, tapi dibuatkan Museum Literasi atau ada dari bagian Perpustakaan daerah.
Usulan gelar Pahlawan Nasional dari Bogor harus diperjuangkan mengingat jasa-jasa dan karya sastra yang berfaidah untuk bangsa Indonesia, khususnya di kalangan Sunda. Bogor “pareumeun obor”, padahal M. A. Salmun sudah menyalakannya sebelum kemerdekaan RI. Hampir seluruh karya beliau berceceraran hingga ke negeri Belanda, Inggris, Jepang dan negara tetangga kita Malaysia dan Singapura. Mas Ace Salmun meninggal dunia pada 10 Februari 1972. Beliau dimakamkan di Blender Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.
(diceritakan kembali oleh Rd. Ace Sumanta, budayawan dan pelestari kepusakaan)